Pages

August 25, 2009

Umbut Sawit Jadi Nira

Jangan pernah sepelekan tanaman sawit yang sudah ditumbangkan karena tergerus usia. Pasalnya, dari umbut pohon sawit itu, menetes air nira yang mampu diolah menjadi gula kelapa sawit. Hal itu telah dirasakan Zulkifli (31), warga Dusun V Desa Silau Rakyat, Kecamatan Sei Rampah, Serdang Bedagai (Sergai).

Memanfaatkan tanaman yang ditumbangkan pihak perkebunan swasta PT Sido Jadi di lahan replanting, sejak sebulan terakhir ia melakoni usaha pembuatan gula kelapa sawit itu.

Zulkifli menyatakan, usaha ini dirintisnya bersama sang mertua, Azis (55) yang pernah menjadi pembuat gula aren. Hanya saja, pohon aren yang semakin langka membuat Azis kesulitan untuk mendapatkan bahan baku gula aren, yakni nira. Kondisi itu menyebabkan dirinya merantau hingga ke Pekan Baru. Di perantauan, ia belajar membuat gula dari pohon kelapa sawit yang sudah ditumbang. Setelah menguasai hal itu, ia kemudian bekerja di Desa Simpang Empat, yang bersebelahan dengan Desa Silau Rakyat, tempatnya bermukim.

"Saat melihat saya tidak bekerja, padahal sudah mendekati puasa dan Lebaran, mertua kemudian mengajak saya untk membuat gula aren dari umbut kelapa sawit yang sudah ditumbangkan," papar Zulkifli yang didampingi istrinya, Riani, akhir pekan lalu, di sela kesibukannya membuat gula dari bahan baku umbut kelapa sawit.

Ia mengaku, proses penyadapan hingga pembuatan gula sawit tidak jauh beda dengan gula aren, bahkan relatif lebih mudah, karena tanpa proses pemukulan dan tanpa memanjat pohon. "Cukup memilih pohon sawit yang dianggap sehat lalu dibuka hingga menemukan pondoh (umbutnya). Setelah itu, langsung air niranya ditampung dengan menggunakan tong plastik bekas kemasan cat dan oli yang lebih dahulu dibersihkan," sebut pria yang kerap disapa Ijul itu.

Diingatkannya, tong untuk menampung air nira, sebelumnya harus diberi campuran air raru hasil larutan air kayu nangka dan kapur sirih guna menghindari nira basi, sekaligus menciptakan warna kemerahan pada gula.

"Bagian ini persis sama dengan proses penampungan gula aren, begitu juga penyadapannya juga dilakukan pagi dan sore hari", ujarnya.

Bapak dua anak ini mengemukakan, proses pencetakan gula harus setiap hari. Artinya, usai disadap, harus langsung dicetak, sehingga untuk satu hari, biasanya dilakukan pencetakan sebanyak dua kali. Hal ini untuk menghindari kegagalan pencetakan. "Waktu memasaknya berkisar 5 sampai 6 jam. Tidakjarang, hasil cetakan lembek, sehingga harus diulang karena agen tidak suka kalau gula cetakan itu lembek," tegasnya.

Saat ini, ia telah memiliki 12 pohon sawit yang mampu menghasilkan 65 liter air nira. Dari jumlah tersebut, akan menghasilkan sebanyak 12 kg gula sawit dengan harga jual sebesar Rp 10.000 per kg. Ijul berencana menambah pohon kelapa sawit yang hendak disadapnya agar bisa meningkatkan produksi gula. Apalagi, pihak perkebunan tidak melarangnya, bahkan, cukup menguntungkan perkebunan karena bisa meminimalisir hama kumbang yang kerap memakan umbut sawit itu.

Sumber:http://www.harian-global.com

Share This!


No comments:

Popular Posts

Total Pageviews

Powered By Blogger · Designed By Blogger Templates