Konversi atau peralihan lahan persawahan jadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Labuhanbatu sangat memprihatinkan. Betapa tidak, rata-rata mencapai 5.000 hektar per tahunnya.
Peralihan itu dipicu rendahnya harga gabah atau cenderung menurun sehingga kurang memadai bagi petani. Sementara kelapa sawit yang menjadi primadona di daerah itu mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Kondisi yang sama juga terjadi pada lahan kering. Bahkan luasannya mencapai 6.000 hektar per tahun. Padahal, Labuhanbatu sangat dikenal sebagai penghasil beras kuku balam dan ramos. Tidak hanya itu, Labuhanbatu juga dikenal sebagai salah satu kabupaten sentra penghasil gabah. Namu, seiring dengan peralihan lahan tersebut, primadona beras ramos dan kuku balam asal kabupaten tersebut secara perlahan akan menjadi kenangan.
Kendati masih mampu memenuhi kebutuhan lokal, namun diprediksi 10 tahun ke depan, Labuhanbatu akan kekurangan bahan pangan. Pasalnya, dalam 10 tahun ke depan Labuhanbatu diperkirakan akan kehilangan 60.000 hektar sawah.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Hortikultura Labuhanbatu melalui Kasubdisnya Ir. Idris Borotan, membenarkan kondisi tersebut. Idris malah mengatakan, kondisi itu sudah berlangsung cukup lama. Namun, beliau masih optimis mampu menekan tingkat peralihan lahan-lahan itu. Yang tentunya dibarengi dengan program-program pertanian dan kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan produksi pertanian.
Saat ini, antisipasi yang dilakukan adalah dengan memberikan bantuan-bantuan kepada petani. Bantuan tersebut berupa pembangunan jaringan irigasi, penyuluhan secara rutin, pemberian bibit, dan lain-lain. Selain itu, diupayakan mem-perda-kan kembali berupa larangan peralihan lahan tersebut menjadi kelapa sawit. Solusi itu nantinya didukung oleh perundang-undangan yang kini sedang dalam pembahasan DPR Jakarta, berupa pengadaan lahan abadi untuk tanaman gabah.
Sumber : Harian Medan Bisnis
No comments:
Post a Comment