CABAI, buah dan tumbuhan anggota genus capsicum ini seperti pisau bermata dua. Sangat disukai karena bisa menambah gairah makan dan melezatkan makanan, tapi juga dibenci karena pedas, panas, dan memerihkan makanan.
Tanaman satu ini biasanya tumbuh subur jika ditanam di daerah sejuk dengan kapasitas air yang tinggi. Tapi tidak bagi Adi Sumantri yang mampu menanam pohon cabai di tengah kota, tepatnya di lahan milik Universitas Amir Hamzah di Jalan Pancing Pasar V Barat Medan. Lahan seluas 13 rante (4 hektar) seluruhnya ditanami pohon cabai. “Sekali panen pada periode pertama yakni tiga bulan sekali bisa mencapai 8 ton,” ujar Adi Sumantri yang ditemui wartawan koran ini kemarin.
Menurut Adi, menanam cabai sangat menguntungkan. Alasannya, tanaman cabai bukan tanaman musiman. Apalagi, harga cabai terus melonjak naik di pasar. Harga cabai akan melonjak tinggi jika petani cabai mengalami kegagalan panen. “Kebutuhan cabai tidak pernah ada matinya. Jadi, meski harga cabai mahal tapi tetap dibeli orang,” tambahnya.
Dipaparkan Adi, hasil panen cabainya sebanyak 8 ton dipasarkan kepada distributor atau grosir cabai. Harga per kilonya ia patok Rp6.500. Namun, harga tersebut bukan merupakan harga menetap untuk penjualan panen berikutnya. Ini karena harga cabai tidak menentu di pasar. “Saya masih pemula sebagai petani cabai dan baru kali pertama panen cabai. Panen berikutnya mungkin Agustus ini,” bilangnya.
Sampai saat ini, kata Adi, pemasaran cabainya belum seluas pemasaran petani yang berada di daerah pegunungan. Sebab, Adi hanya memasarkan cabainya ke pasar-pasar tradisional di sekitar kawasan Jalan Pancing Medan. “Kami menjual tidak menggunakan sistem mengecer, tapi langsung ke grosir yang mau menjadi langganan,” ungkap Adi.
Untuk modal pembibitan cabai, Adi mengeluarkan biaya Rp550 ribu. Tiap satu bungkus bibit cabai harganya Rp110 ribu. Dalam hal ini, Adi hanya membutuhkan lima bungkus bibit cabai untuk ditanam di lahan seluas 13 rante. Dari lima bungkus bibit capai itu, menghasilkan 8.000 pohon yang bisa dipanen untuk dua kali.
Selain itu, Adi juga mengeluarkan modal untuk menyewa lahan tersebut sebesar Rp2 juta untuk luas lahan satu hektar selama satu tahun. Sedangkan lahan yang disewanya seluas empat hektar. Artinya, Adi dalam satu tahun Adi mengeluarkan dana sewa lahan sebesar Rp8 juta. Ditambah lagi biaya pemupukan dan perawatan yang nilainya tidak terlalu besar. “Bisa bayangkan, sekali panen saya bisa menghasilkan Rp52 juta. Sedangkan uang pengeluarannya tidak banyak. Cukup menguntungkan,” akunya.
Untuk panen kedua nantinya, Adi memperkirakan bisa memetik hasil panen pada Agustus ini. Panen kedua nantinya dia perkirakan bisa mencapai 10 hingga 12 ton. Adi yakin, targetnya bakal tercapai. “Intinya harus kerja keras dan kerjasama yang baik dibarengi semangat,” pungkasnya.
Sumber:http://www.hariansumutpos.com/
No comments:
Post a Comment